Achmad Rozi El Eroy (Dosen Tetap STIE Prima Graha Serang)

Salah satu pilar pembangunan, baik ditingkat lokal, regional maupun nasional, faktor tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditolak. Maju mundurnya pembangunan suatu bangsa, salah satunya ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pembangunan tersebut. Semakin berkualitas SDM yang dimiliki, maka akan semakin berkualitas pembangunan tersebut. Sebaliknya, jika suatu negera memiliki kualitas SDM yang rendah, maka rendah pula kualitas pembangunan negera tersebut. Dan untuk mendapatkan sumberdaya manusia yang berkualitas tersebut, tentulah tidak dapat dilakukan dengan proses yang mudah dan instan. Tetapi melalui sebuah proses panjang dan berliku, yang membutuhkan totalitas dalam mewujudkannya. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat, dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan dalam proses mencapai tujuannya perlu dikelola dalam suatu sistem yang terpadu dan serasi, baik antar sektor pendidikan dan sektor pembangunan lainnya; antar daerah dn antar berbagai jenjang dan jenisnya. Pendidikan yang dilaksanakan baik di sekolah maupun diluar sekolah perlu disesuaikan dengan perkembangan tuntutan pembangunan yang memerlukan berbagai jenis keterampilan dan keahlian disegala bidang. Keahlian ditingkatan mutunya sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, seperti di sekolah-sekolah kejuruan dan politeknik. Kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha perlu dikembangkan sedemikian rupa, sehingga produk dunia pendidikan siap pakai oleh dunia usaha. Siap pakai karena telah memenuhi persyaratan keterampilan dan kecakapan yang sejalan dengan tuntutan pembangunan di berbagai bidang terutama di bidang industri.
Pendidikan merupakan kebutuhan paling asasi bagi semua orang karena masyarakat yang berpendidikan setidaknya dapat mewujudkan tiga hal, yaitu: Pertama, dapat membebaskan dirinya dari kebodohan dan keterbelakangan; Kedua, mampu berpartisipasi dalam proses politik untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis dan Ketiga, memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dari kemiskinan. Dan Instrumen yang mendukung terwujudnya tiga hal diatas salah satunya adalah melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu, pada posisi ini aspek pendidikan merupakan faktor yang paling berkontribusi dalam menyiapkan dan menghasilkan sumberdaya manusia berkulitas. Semakin berkualitas aspek pendidikannya, maka semakin berkualitas juga sumberdaya manusia yang dihasilkan.
Semakin bermutu pendidikannya, maka akan semakin bermutu pula hasilnya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimanakah mutu dan kualitas pendidikan yang selama ini dilaksanakan dan dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang ada di provinsi Banten? Apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat? Dan bagaimanakan strategi untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Banten? Melalui artikel singkat ini, penulis mencoba untuk mengeksplorasi gagasan alternatif bagimana menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas, sehingga dapat dijadikan sebagai sarana untuk membangun dan menghadirkan mutu pendidikan yang berkualitas di Banten.
Pendidikan bagi umat manusia merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup dalam segala bidang. Dalam sejarah hidup manusia di muka bumi ini, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, sekalipun dalam kelompok masyarakat primitif. Salah satu sarana yang efektif untuk membina dan mengembangkan manusia dalam masyarakat adalah pendidikan yang teratur, berdaya guna, dan berhasil guna. Pendidikan di semua level satuan pendidikan haruslah di organisasikan atau dikelola secara rapi, efektif dan efisien melalui sistem dan metode yang benar sehingga menghasilkan mutu pendidikan yang diharapkan. (Muzayyin, 2009:69).
Menurut Hari Sudradjat pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia yang keseluruhannya merupakan kecakapan hidup (life skill).(Sudrajat, 2005:17) Sementara Husaini Usman (2006:411) ada tiga belas karakteristik yang dimiliki oleh mutu pendidikan, yaitu; Kinerja (performa), Waktu wajar, Handal (reability), Data Tahan (Durability), Indah (aesteties), hubungan manusiawi (personal interface), mudah penggunaannya (easy of use), bentuk khusus (feature), Standart tertentu (Comformence to Specification), konsistensi (concistency), seragam (uniformity), mampu melayani (serviceability), dan ketepatan (acuracy).
Secara umum, kita semua berkepentingan dengan karakteristik dari mutu pendidikan diatas, karena memang itulah kondisi ideal sebuah pendidikan yang seharusnya dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat. Tanpa ketiga belas karakteristik tersebut, maka mutu sebuah pendidikan menjadi sangat “absurd”.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan
Jika kita berbicara tentang variabel apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan, maka tidak ada satupun rumusan baku yang dapat menjawab atau memberikan sebuah penegasan kepada penyelenggara pendidikan, tentang variabel apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan. Namun begitu, secara umum kita dapat mengidentifikasi dan menginventarisir berbagai variabel yang dapat dijadikan atau disepakati sebagai variabel penentu mutu pendidikan. Menurut Isjoni Ishak, mutu pendidikan tidak hanya ditentukan oleh faktor guru, sarana dan prasarana semata, tetapi juga sangat ditentukan oleh keterlibatan aktif dari pemerintah, masyarakat, sekolah, orangtua dan siswa itu sendiri.(Isjoni, 2014:34)
Kesemua faktor diatas, merupakan
variabel yang secara langsung mempengaruhi mutu pendidikan, baik pada tataran
kelembagaan maupun output dan outcame nya. Tugas pemerintah dan masyarakat
adalah bagaiamana menghilangkan dan atau meminimalisir berbagai faktor yang
dianggap dapat memperlemah mutu pendidikan. Dan hal tersebut membutuhkan sebuah
komitmen dan konsistensi yang sinergis diantara semua stakeholder yang
berkepentingan terhadap mutu dan kualitas pendidikan di Banten pada khususnya.
Strategi Meningkatkan Mutu Pendidikan
Berdasarkan uraian diatas terkait dengan pengertian mutu pendidikan dan faktor yang mempengaruhinya, maka penulis menawarkan 6 (enam) strategi yang dapat dijadikan sebagai bahan petimbangan bagaimana meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Banten pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Penguatan aspek manajemen sekolah dan pendidikan merupakan pilar penting dalam mewujudkan mutu dan kualitas pendidikan, tanpa dukungan manajemen pendidikan yang baik, maka sangat mustahil proses sebuah pendidikan akan berjalan dengan efektif. Aspek manajemen pendidikan ini merupakan satu kesatuan yang integral dengan tata pamong, stuktur dan stakeholder yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam konteks yang lebih operasional, aspek manajemen pendidikan adalah unsur-unsur yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dengan proses pendidikan yang dilaksanakan. Diantara beberapa unsur yang terlibat dalam sebuah proses pendidikan adalah adanya peran Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Pengawas dan Stakeholder lainnya yang memiliki kepedulian terhadap proses pendidikan.
Unsur-unsur diatas dalam sebuah pengelolaan pendidikan menjadi sangat menentukan keberlangsungan proses pendidikan yang bermutu. Misalnya, seorang kepala sekolah dengan segala tugas, tanggungjawab, dan wewenang yang melekat dalam dirinya merupakan leader bagi seluruh bagian yang ada di dalam proses pendidikan tersebut. Jika kepala sekolah (leader) tidak memiliki visi dan misi yang kuat terhadap manajemen pendidikan, maka jangan pernah berharap banyak bahwa lembaga pendidikan tersebut akan memiliki mutu dan kualitas yang diharapkan. Kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Sehubungan dengan hal tersebut, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa meningkatkan efektifitas kinerjanya. Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan Aspek Manajemen Pendidikan adalah segala upaya dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolaj dalam mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Mulyasa (2007:126-127) dalam bukunya mengatakan bahwa sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam konsep Manajemen Berbasis Sekolah dapat dilihat berdasarkan kreteria berikut; pertama, mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif; kedua, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat, sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan; ketiga, berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; dan keempat berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
Secara umum, aspek kedua yang selalu menjadi kambing hitam dari rendahnya mutu dan kualitas pendidikan adalah muatan kurikulum pendidikan yang tidak memiliki daya saing dan tidak kompatibel dengan lapangan kerja. Muatan Kurikulum pendidikan yang ada selama ini lebih banyak dijadikan sebagai komoditi, bukan sebagai kompetensi. Perubahan kurikulum yang sering terjadi, lemahnya sosialisasi dan lambannya impelementasi menjadi sebab, sebuah proses pendidikan tidak berjalan secara efektif.
Penyusunan kurikulum pada dasarnya harus memperhatikan keahlian yang diperlukan bagi lulusan yang akan dihasilkan pada saat ini dan saat yang akan datang. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, perubahan kebijakan nasional serta kondisi sosial turut pula menentukan ke arah mana kebijakan otonomi daerah akan diarahkan sesuai dengan kompetensinya.Disamping aspek-aspek tersebut di atas penyusunan kurikulum pada satuan pendidikan disemua level harus tunduk pada peraturan yang berlaku. Misalnya untuk jenjang pendidikan tinggi, maka penyusunan kurikulumnya harus memperhatikan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa; Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 Tentang KKNI dan turunan lainnya.
Secara khusus, strategi peningkatan kualitas Sumberdaya Kependidikan, baik tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan merupakan faktor yang harus diperioritaskan oleh para pengelola lembaga pendidikan disemua tingkatan. Hal tersebut menjadi penting karena ditangan merekalah sebuah proses pendidikan akan berjalan dengan baik atau tidak. Ketersediaan jumlah tenaga pendidik (Guru) misalnya, disetiap jenjang pendidikan harus terjamin ketersediaanya, jangan sampai terjadi dalam satu sekolah terjadi kekurangan guru, yang menyebabkan ia harus mengajar dalam segala mata pelajaran yang bukan menjadi kompetensinya. Disamping itu, seorang guru juga haruslah memiliki kualifikasi dan syarat-syarat yang khusus untuk direkrut menjadi seorang guru, begitu juga dengan tenaga kependidikannya. Seorang guru harus memiliki latar belakang keilmuan yang sesuai dengan pelajaran yang diampu, dan memiliki rekam jejak moral yang baik. Tidak cukup seorang guru harus berpendidikan strata satu atau dua, tetapi yang lebih penting adalah komitmen dan integritas guru dalam mendidik dan melayani peserta didik secara maksimal.
Secara empirik, dapat kita temukan dengan mudah adanya sekolah-sekolah yang kekurangan guru, tetapi disekolah tertentu terjadi kelebihan guru. Hal ini jika tidak segera di atasi, akan menyebabkan terjadinya kesenjangan mutu dan kualitas lembaga pendidikan disatu sisi, dan pemerataan guru yang tidak seimbang pada sisi yang lain. Pada kasus yang lain, sering juga kita menemukan adanya guru-guru yang masih memiliki ketidaksesuaian antara latar belakang keilmuan yang dimiliki dengan mata pelajaran yang diampu. Dan ini hampir terjadi disemua jenjang pendidikan, baik dasar maupun menengah bahkan pendidikan tinggi.
Berdasarkan hal diatas, maka satuan pendidikan disemua level secara ideal harus merumuskan langkah-langkah strategis bagaimana mengatasi permasalahan yang harus dijalankan, sehingga permasalahan tentang kekurangan guru dan lain sebagainya dapat diatasi. Beberapa langkah strategis yang dapat dilaksanakan oleh satuan pendidikan disetiap jenjangnya dalam upaya perekrutan, pembinaan dan pengembangan sumberdaya pendidik dan tenaga kependidikan adalah; Pertama, Sistem Rekruitmen dan Seleksi Tenaga Pendidik dan Kependidikan dilakukan secara profesional, transparan dan akuntabel; Kedua, Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan harus dilakukan secara profesional dengan menganut manajemen administrasi pendidikan; Ketiga, secara berkelanjutan harus dilakukan pembinaan dan pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan melalui jalur formal maupun non formal; dan Keempat, memberi ruang yang terbuka bagi tenaga pendidik untuk menyalurkan peran-perannya sebagai pendidik, tanpa ada rasa kekhawatiran atau ketakutan di “kriminalisasi” oleh oknum yang tidak memiliki visi pendidikan.
Empat langkah diatas, secara khusus adalah upaya untuk meningkatkan kinerja guru (tenaga pendidik dan kependidikan) secara simultan. Isjoni (2004:1) menyatakan bahwa kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana semua komponen persekolahan, apakah itu Kepala Sekolah, guru, staf pegawai, pesuruh maupun siswa saling mendukung. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan niat yang bersih dan iklas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kearah yang lebih baik. Kinerja yang dilakukan hari ini akan lebih baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan lebih baik dari kinerja hari ini.
Aspek sarana dan prasarana dalam menciptakan mutu pendidikan merupakan aspek yang sangat mendasar, ketersediaan sarana dan prasarana akan mempengaruhi kualitas dan proses pembelajaran yang sudah dirancang. Satun pendidikan disemua level, jika ingin mendapatkan mutu dan kualitas pendidikan yang baik, maka seyogyanya memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Ketersediaan ruang kelas, sarana perpustakaan, laboraturium bahasa dan komputer misalnya menjadi sarana yang wajib untuk dipenuhi, ketika satuan pendidikan menginginkan adanya peningkatan mutu dan kualitas pendidikan yang meningkat.
Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah, tidaklah harus ditanggung sendiri oleh pihak penyelenggara pendidikan, tetapi bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang memiliki konsen dan kepedulian terhadap dunia pendidikan. Misalnya dengan menggandeng perusahaan-perusahaan tertentu untuk pengadaannya, melalui program CSR yang mereka miliki. Terpenuhinya Sarana dan Prasarana atau fasilitas belajar dalam belajar dan adanya kondisi lingkungan belajar yang baik dapat mendukung proses pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung secara efektif dan efisien. Pembelajaran yang efektif dan efisien dapat meningkatan prestasi belajar siswa. Telebih lagi dewasa ini semakin dirasakan betapa pentingnya peranan fasilitas dan lingkungan yang baik dalam pembelajaran agar tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Namun, pentingnya keberadaan fasilitas dan lingkungan yang baik, seringkali terabaikan. Hal ini, terbukti dengan seringnya pemberitaan baik di media cetak maupun media elektronik mengenai potret buram pendidikan di tanah air. Dalam pemberitaan tersebut sering kali mengeluhkan adanya bangunan sekolah yang roboh atau rusak dan ironisnya yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah baik pemerintah setempat maupun pemerintah pusat.
Soal pembiayaan, satuan pendidikan diharapkan dapat dilakukan secara mandiri mengembangkan visi epreprenuershipnya dengan melakukan usaha-usaha yang lebih produktif. Satuan pendidikan jangan terjebak dengan sumber pembiayaan yang berasal dari peserta didik saja, tetapi harus mampu mengeksplorasi sumber-sumber pendapatan yang lain dengan cara-cara yang sah dan legal. Jika sumber pembiayaan pendidikan hanya mengandalkan dari peserta didik (siswa), maka bisa dipastikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh satuan pendidikan akan terganggu.
Aspek Kesejahteraan tenaga pendidik dan kependidikan sejatinya merupakan faktor yang memperlemah kualitas dan mutu pendidikan disemua levelnya. Bagaimana seorang guru dan pegawai akan bersemangat dan berkinerja positif, jika soal remunasi dan kesejahteraannya masih jauh dari apa yang diharappan. Terkadang, kita tidak pernah adil dalam memperlakukan seorang guru dan tenaga kependidikan dalam soal kesejahteraan. Ketika karyawan sebuah pabrik, yang hanya berpendidikan SMA/SMK mendapatkan remunasi yang sesuai dengan standar upah minimum kota/kabupaten bahkan provini, tetapi untuk seorang guru dan tenaga kependidikan jauh dibawah apa yang diperoleh seorang karyawan pabrik. Padahal kalau kita mau jujur, ditangan para gurulah, masa depan bangsa ini ditentukan. Contoh lain yang lebih miris, ketika seorang penyanyi atau artis dibayar mahal untuk setiap kali manggung, maka pertanyaannya, apakah seorang guru mendapatkan bayaran yang mahal ketika ia berdiri di dalam kelas untuk mendidik dan mengajar murid-muridnya?
Persoalan remunasi dan kesejahteraan guru di setiap jenjang pendidikan yang ada, bagi penyelenggara dan pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan merupakan hal yang wajib diperhatikan secara serius. Jika perlu, kita lakukan reformasi total terkait dengan kebijakan pemberian remunasi bagi guru-guru, khususnya guru honorer yang ada di sekolah swasta. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat wajib membuat aturan yang mengatur tentang kebijakan kompensasi bagi guru honor di sekolah yang dikelola oleh masyarakat. Misalnya menetapkan bahwa Upah Minimum Provinsi (UMP) Provinsi Banten tahun 2018 yang selama ini hanya berlaku untuk karyawan/buruh pabrik, maka para guru pun seharusnya mendapatkan pemberlakuan yang sama dengan para karyawan/buruh tersebut. Karena sesungguhnya beban kerja, tanggung jawab sosial seorang guru lebih besar dari karyawan/buruh pabrik.
Ingat, tidak akan pernah ada mutu dan kualitas pendidikan yang baik, jika guru-guru kita tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Banyak guru yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek, memiliki sampingan sebagai sopir angkot dan lain sebagainya adalah potret dari rendahnya apresiasi penyelenggara pendidikan terhadap para guru.
Penyelenggara sekolah dan pendidikan, saat ini suka tidak suka harus menyusun sebuah perangkat organisasi yang mandiri dan profesional sebagai upaya untuk melakukan penjaminan mutu dan pelaksanaan evaluasi pendidikan yang sudah dilaksanakan. Tanpa melibatkan sistem ini, maka harapan untuk mendapatkan mutu pendidikan yang bermutu dan berkualitas hanyalah mimpi belaka. Sebagaimana kita ketahui bahwa Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Dan fungsi utama dari sistem penjaminan mutu ini adalah meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam pasal 2 Permendiknas No 63 Tahun 2009 tentang tujuan penjaminan mutu disebutkan bahwa, Tujuan antara penjaminan mutu pendidikan adalah terbangunnya SPMP termasuk: a). terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; b). pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah; c). ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal; d). terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan; e). terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah.
Oleh karena itu berdasarkan hal diatas, menjadi sebuah keniscayaan sebuah sekolah dan satuan pendidikan berfikir untuk menghadirkan Sistem Penjaminan Mutu pendidikan dalam lingkungan pendidikannya. Minimal setelah terbentuknya sistem penjaminan mutu ini, pihak sekolah atau satuan pendidikan dapat mengukur sejauhmana mutu dan kualitas sekolah dan pendidikannya secara internal melalui implementasi Sistem penjaminan mutu Pendidikan yang ada.
Kesimpulan
Mewujudkan sistem pendidikan yang baik, tidak dapat
dilakukan secara sendirian oleh pemerintah sebagai regulator dari sistem
pendidikan itu sendiri, tetapi harus melibatkan partisipasi masyarakat (stakeholder) secara terbuka. Mengapa?
Karena masyarakatlah yang akan menjadi pengguna dari sistem pendidikan yang
diterapkan, karena masyarakatlah yang pertama kali akan merasakan dampak dari
penerpan sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah. Sinergi pemerintah
dan masyarakat, merupakan pilar penting dalam membangun sistem pendidikan.
Dalam konteks Sistem pendidikan, secara umum kita harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
Isjoni Ishak, Pendidikan sebagai Investasi masa depan., Tahun 2014, Penerbit, Yayasan Obor Indonesia,
Mulyasa.E,Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi dan Implementasi. Cet. 11 Tahun 2007, Penerbit Rosda Bandung
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Tahun 2009, Penerbit Bumi Aksara cet.4 Jakarta,
Sudrajat Hari, Manajemen Peningkatan Mutu berbasis Sekolah; peningkatan mutu melalui Implementasi KBK., Tahun 2005, Bandung, Cipta Lekas Grafika
Usman, Husaini, Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan, Tahun 2006, Jakarta: Bumi Aksara,
Undang-undang dan Peraturan
Permendiknas No 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan